Senin, 10 Oktober 2011

BERITA EKONOMI, INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

RI-Turki Pererat Kerjasama Industri

06 Oktober 2011

Istanbul - Indonesia dan Turki sepakat meningkatkan kerja sama di bidang industri dan pengembangan teknologi untuk mengakselerasi pencapaian target perdagangan kedua negara sebesar US$5 miliar dalam 5 tahun ke depan.



Berdasarkan data Kemenperin, neraca perdagangan kedua negara relatif masih kecil. Nilai impor Turki dari Indonesia pada 2010 tercatat sekitar US$1,48 miliar, sedangkan ekspor Turki ke Indonesia hanya US$250 juta. Nilai impor Turki dari Indonesia ini hanya berkontribusi 0,8 persen dari total impor negara tersebut.

"Kerja sama industri ini diharapkan dapat memacu perdagangan Indonesia dengan Turki," kata Menteri Perindustrian M.S. Hidayat seusai bertemu dengan Menteri Sain, Industri dan Teknologi Turki Nihat Ergun di Conrad Hotel, hari ini.

Pertemuan bilateral yang berlangsung tertutup sekitar 1 jam tersebut dilakukan di sela-sela 2nd D-8 Ministrial Meeting on Industry yang berlangsung 4-6 Oktober di Istanbul, Turki.

Beberapa sektor yang dibahas dalam pertemuan bilateral itu adalah, otomotif, mesin tekstil, dan elektronik serta peralatan militer (industri pertahanan). Khusus di sektor otomotif, lanjut Hidayat, Turki berminat bekerja sama mengembangkan komponen dan mesin. "Sektor industri Turki cukup kuat."

Turki tercatat merupakan basis produksi pabrikan otomotif Eropa dengan total produksi mencapai lebih dari 1,2 juta unit per tahun, jauh lebih besar ketimbang Indonesia yang berkisar 800.000 unit. "Saat ini, Turki sedang mengembangan merek otomotif nasional, dan kita bisa banyak belajar dari mereka," katanya.

Sementara itu, di bidang mesin tekstil, Turki berencana menanamkan investasi di Indonesia untuk mendukung program restrukturisasi permesinan yang dilakukan Kementerian Perindustrian. "Saat ini, terdapat sekitar 3.000 mesin pertekstilan yang harus direstrukturisasi," katanya.

Mesin-mesin produksi ini umurnya rata-rata di atas 25 tahun sehingga tidak kompetitif lagi dan harus diremajakan.

"Dari pada kita mengimpor mesin, lebih baik bekerja sama dengan Turki untuk memproduksi mesin tekstil di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah bisa memberikan tax holiday. Akhir bulan ini, pembahasannya akan difinalisasi di Jakarta," jelas Hidayat.

Kemenperin Akan Nego Dumping Tekstil Di Turki

05 Oktober 2011

Jakarta - Kementerian Perindustrian akan menegosiasikan secara khusus dengan pemerintah Turki atas pengenaan tuduhan dumping yang diberikan pada produk tekstil asal Indonesia. Hal tersebut berdampak pada pengenaan tindak pengamanan (safeguard) atas produk tekstil asal Indonesia.

"Kita akan membicarakan hal ini secara khusus. Ada agenda saya dengan pihak Turki tentang tuduhan dumping tekstil kita," ujar Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, Selasa (4/10) malam.

Selasa (4/10) malam, rombongan Kementerian Perindustrian beserta beberapa pengusaha dari sektor otomotif dan tekstil terbang menuju Turki. Rombongan itu menghadiri agenda pertemuan negara anggota D-8 (organisasi negara berkembang).

Selain menghadiri agenda utama pertemuan antarmenteri dan forum bisnis, Indonesia akan meminta kejelasan soal tuduhan dumping tekstil yang masih diberlakukan. Padahal, Indonesia tidak lagi menerapkan bea masuk anti dumping terhadap terigu asal Turki. "Pokoknya saya sudah siapkan amunisi untuk menegosiasikan hal ini," ujarnya.

Seperti diketahui, pelaku usaha tekstil dalam negeri terpaksa menghentikan pengiriman ekspornya ke Turki. Alasannya, importir tekstil negara tersebut tidak sanggup membayar pengenaan tarif tambahan menyusul adanya penyelidikan safeguard dari Otoritas Safeguard Turki untuk produk woven fabrics dan apparels.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, penghentian itu berlaku setelah adanya safeguard oleh Otoritas Turki. Begitu notifikasi keluar pada Februari 2011, ekspor tekstil ke Turki secara resmi berhenti.

Otomatis, safeguard itu berdampak pada penambahan tarif yang membuat importir Turki tidak sanggup membayar lantaran adanya biaya tambahan sekitar 36%. Akibatnya tentu saja beruntun. Ekspor tekstil ke Turki pada 2010 sebesar US$ 450 juta dan pakaian jadi senilai US$ 39 juta itu sebenarnya merupakan pengiriman menuju Eropa.

Selama ini, produk tekstil asal Indonesia transit di Turki sebelum dikirim menuju Eropa. Kebijakan safeguard itu akan berimbas pada pengurangan ekspor ke Eropa. Meski demikian, API tidak akan menurunkan target ekspor 2011. Dia optimistis ekspor 2010 yang tercatat sebesar US$ 11,2 juta akan meningkat menjadi US$ 15 juta pada 2011. Dia mengagendakan ekspor langsung menuju Eropa ketimbang terbebani biaya tambahan 36% apabila melewati Turki.

Sebelumnya Direktur Pengamanan Perdagangan Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Ernawati mengutarakan, petisi yang dikeluarkan Otoritas Turki menyebutkan industri domestik Turki mengajukan penambahan tarif. Detailnya, kenaikan tarif US$ 0,75-US$ 4,25 per kilogram (kg) atau naik 21%-30% dari tarif awal untuk woven fabrics dan kenaikan US$ 3,5-US$ 20 per kg atau 28%-40% dari tarif awal untuk apparels.

Kemenperin Berniat Tarik Investasi Dari Negara D-8

05 Oktober 2011

Jakarta - Kementerian Perindustrian berniat menarik investasi dari negara-negara anggota D-8 (organisasi beranggotakan negara berkembang).

"Saya dan rombongan dari 20 pengusaha berniat jualan di tujuh negara D-8," tutur Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, Selasa (4/10) malam.

Seperti diketahui, Hidayat akan menjadi pembicara utama pada pertemuan D-8 yang terselenggara di Turki. Organisasi untuk negara berkembang itu meliputi Mesir, Pakistan, Malaysia, Bangladesh, Iran, Nigeria, Turki, dan Indonesia.

Selain agenda pertemuan dengan para menteri dari negara anggota D-8, Hidayat berniat memanfaatkan momen pertemuan itu untuk melobi peluang bisnis dengan 250 pengusaha yang hadir dari berbagai negara pada perhelatan itu.

Bersama 20 pengusaha yang dibawanya serta dalam rombongan itu, dia menuturkan, berniat menarik investasi terutama pada sektor otomotif, elektronik, komponen ban, dan produk tekstil. Nantinya, dia mengharapkan, pelaku usaha dalam negeri dapat meningkatkan penjualan produknya di negara anggota D-8. Apalagi total populasi ketujuh negara itu mencapai 1,1 miliar jiwa.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Peningkatan Produktivitas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Gunadi Sindhuwinata pernah mengutarakan, peluang pengiriman kendaraan bermotor khusus mobil menuju negara anggota D-8 terbilang besar. Peluangnya bahkan melebihi kendaraan roda dua.

Alasannya, tidak semua negara anggota D-8 memproduksi mobil sehingga kendaraan produksi dalam negeri berpeluang meraih pasar ekspor di negara tersebut.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut, kemampuan produksi industri otomotif dalam negeri mencapai 870.000 unit. Selama ini, untuk diketahui, ekspor mobil mencapai 20% dari total produksi dengan tingkat kandungan dalam negeri sebesar 76%. Produksi dalam negeri itu pun telah menyentuh pasar ekspor di 88 negara.

Meski demikian, Indonesia masih harus meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri. Sebab, telah banyak pasar ekspor yang ternyata mendapat pasokan kendaraan dari negara lain. Misalnya, Nigeria yang sudah dilayani melalui Mesir.

Ekspor Barang Jadi Berlabel Indonesia

5 Oktober 2011

Jakarta - Ekspor barang jadi sudah berlabel Indonesia, ditargetkan mencapai 70% pada 2016. Hal tersebut akan diikuti dengan pemberlakuan hal yang sama terhadap produk buatan perusahaan asing yang telah memiliki basis produksi di Indonesia.

Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, mengatakan, target ini akan dijalankan secara bertahap. Dia menyadari, menciptakan merek asli Indonesia yang mampu meraih pasar ekspor terbilang sulit bagi produk domestik.

Saat ini, pemerintah tengah memilah komoditas yang harus menjalani hilirisasi sehingga dapat diekspor dengan nilai tambah. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah untuk mengurangi ekspor produk mentah Indonesia.

Pemerintah menjanjikan pemberian insentif pajak berupa Pembebasan atau pengurangan pembayaran pajak dalam waktu tertentu (tax holiday) atau pengurangan pajak (tax allowance) yang diberikan kepada industri yang bisa menjalankan misi pemerintah itu.

Nantinya, bea keluar untuk bahan mentah itu akan menjadi alat bantu pengembangan hilirisasi industri dalam negeri yang dikembangkan melalui klaster berbasis sumber daya.

Menurut Direktur Pengembangan Fasilitas Industri Wilayah III Ditjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, kluster industri berbasis sumber daya itu nantinya akan digarap oleh badan usaha milik negara (BUMN). Lantaran perusahaan seperti PT PN (Persero) dan PT Antam (Persero) Tbk sudah menjalankan perusahaannya di wilayah itu.

Rencananya, PT Antam (Persero) Tbk akan digaet menggarap hilirisasi di Tomala, Buli, dan Halmahera Utara, serta PT PN mengusahakan pengolahan kelapa sawit di Sei Mangke. Proyek lain di Gowa sebagai pusat pertemuan potensi kakao dan ikan belum mendapat calon pengelola kawasan industri itu.

Saat ini rencana induk (masterplan) dan pentahapan proyek masih berjalan. Pentahapan itu nantinya sebagai pedoman setiap rencana yang akan dilakukan pada kawasan industri itu. "Targetnya akhir tahun selesai," ujarnya.

Menperin Akan Terus Genjot Produksi Otomotif

5 Oktober 2011

Jakarta - Menteri Perindustrian MS Hidayat menegaskan akan terus menggenjot produksi sektor otomotif. Meskipun hal ini bertentangan dengan keinginan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Saleh.

"Justru saya memacu untuk menambah produksi dibarengi dengan pembenahan infrastruktur," kata Hidayat saat menanggapi permintaan mengerem laju produksi otomotif, kepada detikFinance, Rabu (5/10/2011).

Hidayat pun menepis adanya permintaan menekan laju produksi kendaraan bermotor dengan alasan konsumsi BBM yang tinggi, merupakan alasan yang tak bisa diterima.

"Itu (soal konsumsi BBM terus meningkat) tidak bisa dipakai, alasan untuk mengurangi produksi," katanya.

Keinginan meningkatkan produksi sektor otomotif bukan tanpa alasan, data BPS menunjukan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulan II-2011 naik 4,79% dibandingkan triwulan II-2010. Industri Kertas dan Barang dari Kertas naik 11,35% Industri Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer naik 10,12%

Bahkan Pertumbuhan sektor industri pengolahan 2010 sangat ditopang dari kontribusi sektor industri alat angkut, mesin dan peralatan. Tahun 2010 pertumbuhan industri sektor alat angkut, mesin dan peralatan melesat 10,4% atau tertinggi dari 8 cabang industri lainnya.

Di sisi lain Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, mengatakan Indonesia tengah menghadapi masalah soal tingginya anggaran subsidi energi khususnya subsidi BBM. Karena itu Indonesia meminta negara anggota APEC terutama produsen otomotif untuk mengurangi produksi dan pemasaran produknya di Indonesia.

"Indonesia mengajak agar anggota APEC, khususnya yang maju industri otomotifnya, lebih memfokuskan kerjasama transportasi massal dan memperlambat atau membatasi peningkatan pemasaran dan produksi otomotifnya di Indonesia," kata Darwin beberapa waktu lalu.

Namun Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan bahwa Indonesia akan dijadikan basis produksi otomotif untuk pasar kawasan Asia Pasifik. Menurut Hatta tidak perlu ada pembatasan terhadap sektor otomotif di Indonesia yang selama ini terus tumbuh.

"Kita bukan batasi sektor otomotif, tapi kita nanti dorong otomotif kita untuk tidak menggunakan oktan number di BBM yang rendah. Yang tentunya kendaraan bermotor nanti akan memakai BBM dengan oktan yang tinggi mengingat desain mesin yang semakin tinggi," jelas Hatta

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesoa (Gaikindo) Sudirman MR sebelumnya mengungkapkan sampai dengan saat ini total kapasitas maksimum perakitan mobil di Indonesia mencapai 860.000 unit per tahun.

Sudirman memprediksi angka 1 juta unit mobil akan tercapai lebih cepat pada 2013. Target produksi ini tentunya perlu didukung oleh kebijakan pemerintah serta kesiapan infrastruktur dalam negeri.


Industri Otomotif Tak Bisa Direm, Menyangkut Jutaan Tenaga Kerja

5 Oktober 2011

Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan sektor otomotif menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia dan penyumbang banyak tenaga kerja. Sehingga tak mungkin sektor ini direm laju pertumbuhannya.

"Kemenperin mendorong terus pertumbuhan industri otomotif, karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi, di mana lebih dari 1.000 industri perakitan, komponen, sub komponen, dan bahan baku terlibat di dalamnya, serta melibatkan lebih dari 3.000 dealer," tegas Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi kepada detikFinance, Rabu (5/10/2011).

Budi menuturkan, sektor ini juga sangat erat kaitannya dengan serapan banyak tenaga kerja. Setidaknya sektor otomotif menyerap jutaan tenaga kerja dari hulu hingga hilir.

"Di mana total tenaga kerja terkait sektor industri dan distribusinya ini sekitar 1,5 juta pekerja," katanya.

Belum lagi jika melihat dari aspek peluang masuknya investasi. Belakangan ini saja, raksasa-raksasa pabrikan otomotif Jepang berkomitmen menyuntik banyak tambahan investasi baru di Indonesia

Pabrikan mobil seperti Daihatsu, Honda, Suzuki, dan Nissan berjanji akan mengucurkan dana segar ke Indonesia. Bahkan yang terbaru ini adalah Toyota Motor Corporation berkomitmen menambah investasi Rp 6,1 triliun dengan perkiraan akan ada tambahan 15.000 orang tenaga kerja baru.

Di sisi lain Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, mengatakan Indonesia mengakui tengah menghadapi masalah soal tingginya anggaran subsidi energi khususnya subsidi BBM. Karena itu Indonesia meminta negara anggota APEC terutama produsen otomotif untuk mengurangi produksi dan pemasaran produknya di Indonesia.

"Indonesia mengajak agar anggota APEC, khususnya yang maju industri otomotifnya, lebih memfokuskan kerjasama transportasi massal dan memperlambat atau membatasi peningkatan pemasaran dan produksi otomotifnya di Indonesia," kata Darwin beberapa waktu lalu.

Namun Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan Indonesia akan dijadikan industri dengan basis produksi otomotif untuk pasar kawasan Asia Pasifik. Menurut Hatta tidak perlu ada pembatasan terhadap sektor otomotif di Indonesia yang selama ini terus tumbuh.

"Kita bukan batasi sektor otomotif, tapi kita nanti dorong otomotif kita untuk tidak menggunakan oktan number di BBM yang rendah. Yang tentunya kendaraan bermotor nanti akan memakai BBM dengan oktan yang tinggi mengingat desain mesin yang semakin tinggi," jelas Hatta.

Sumber berita dari: http://www.kemenperin.go.id/

0 silahkan komentar anda disini:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons